MAKALAH HAKEKAT LATIHAN
Latihan
merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tujuan utama latihan dalam olahraga prestasi adalah untuk
mengembangkan kemampuan biomotorik ke standart yang paling tinggi, atau dalam
arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan sistem organisme dan
fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraganya.
Berkaitan dengan latihan Suharno HP. (1993: 1) dalam seri
bahan penataran pelatih tingkat muda/madya dikatakan, “Berlatih atau latihan
ialah suatu proses penyempurnaan kualitas atlet secara sadar untuk mencapai
prestasi maksimal dengan diberi beban latihan fisik dan mental secara teratur,
terarah, bertahap, meningkat, berkesinambungan dan berulang-ulang waktunya”.
Menurut Sudjarwo (1993: 14) bahwa, “Latihan adalah suatu proses yang sistematis
secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban
latihan”.
Hal senada dikemukakan Andi Suhendro (1999: 3.4)
berpendapat, “Latihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis
dan dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang makin meningkat”.
Pengertian latihan yang dikemukakan tiga ahli tersebut pada prinsipnya
mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa,
latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis
dan kontinyu, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin
meningkat.
Latihan yang sistematis adalah program latihan direncanakan
secara matang, dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan,
dan evaluasi sesuai dengan alat yang benar. Penyajian materi harus dilakukan
dari materi yang paling mudah ke arah materi yang paling sukar, dari materi
yang sederhana mengarah kepada materi yang paling kompleks. Latihan harus dilakukan
secara berulang-ulang, maksudnya latihan harus dilakukan menimal tiga kali
dalam seminggu. Dengan pengulangan ini diharapkan gerakan yang pada saat awal
latihan dirasakan sukar dilakukan, pada tahap-tahap berikutnya akan menjadi
lebih mudah dilakukan.
Beban latihan harus meningkat maksudnya, penambahan jumlah
beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai dengan prinsip-prinsip
latihan, dan tidak harus dilakukan pada stiap kali latihan, namun tambahan
beban harus segara dilakukan ketika atlet merasakan latihan yang dilaksanakan
terasa ringan.
Pengertian Latihan
Seseorang yang melakukan suatu aktivitas secara teratur,
terencana, berulang-ulang dengan kian hari semakin berat beban kerjanya sering
dinyatakan bahwa orang tersebut sedang melakukan latihan. Hal ini didasarkan
pada pengertian training yang dijelaskan oleh Harsono (1988:101) bahwa
“Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang
dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan/pekerjaannya.”
Kemudian Giriwijoyo (1992:78) menjelaskan sebagai berikut:
Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara
berkelanjutan dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan fungsional raga yang
sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu, untuk dapat menampilkan
mutu tinggi cabang olahraga itu baik pada aspek kemampuan dasar (latihan fisik)
maupun pada aspek kemampuan keterampilannya (latihan teknik).
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
latihan adalah suatu proses pemberdayaan diri melalui suatu aktivitas yang
sistematis, berulang-ulang, dan kian hari kian menambah beban tugasnya.
Prinsip-prinsip Latihan
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan prestasi atlet adalah penerapan prinsip-prinsip
latihan dalam pelaksanaan program latihan. Hal ini disebabkan prinsip-prinsip
latihan merupakan faktor yang mendasar dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
suatu program latihan. Harsono (1991:83) menyatakan:
Agar prestasi dapat meningkat, latihan harus berpedoman pada
teori dan prinsip latihan. Tanpa berpedoman pada teori dan prinsip latihan yang
benar, latihan seringkali menjurus ke praktek mala-latih (mal-practice)
dan latihan yang tidak sistematis-metodis sehingga peningkatan prestasi sukar
dicapai.
Prinsip-prinsip
latihan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Prinsip
pemanasan tubuh (warming-up principle)
Pemanasan tubuh penting dilakukan sebelum berlatih. Tujuan
pemanasan ialah untuk mempersiapkan fungsi organ tubuh guna menghadapi kegiatan
yang lebih berat dalam hal ini adalah penyesuaian terhadap latihan inti.
b. Prinsip
beban lebih (overload principle)
Sistem faaliah dalam tubuh pada umumnya mampu untuk
menyesuaikan diri dengan beban kerja dan tantangan-tantangan yang lebih berat.
Selama beban kerja yang diterima masih berada dalam batas-batas kemampuan
manusia untuk mengatasinya dan tidak terlalu berat sehingga menimbulkan
kelelahan yang berlebihan, selama itu pulalah proses perkembangan fisik maupun
mental manusia masih mungkin, tanpa merugikannya. Jadi beban latihan yang
diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis namun realistis
yaitu sesuai dengan kemampuan atlet, serta harus dilakukan berulang kali dengan
intensitas yang tinggi. Harsono (2004:9) menyatakan, “Beban
latihan yang diberikan kepada atlet haruslah secara periodik dan progresif
ditingkatkan.”
c. Prinsip
sistematis (systematic principle)
Latihan yang benar adalah latihan yang dimulai dari kegiatan
yang mudah sampai kegiatan yang sulit, atau dari beban yang ringan sampai beban
yang berat. Hal ini berkaitan dengan kesiapan fungsi faaliah tubuh yang
membutuhkan penyesuaian terhadap beratnya beban yang diberikan dalam latihan.
Dengan berlatih secara sistematis dan dilakukan berulang-ulang yang konstan,
maka organisasi-organisasi sistem persyarafan dan fisiologis akan menjadi
bertambah baik, gerakan yang semula sukar akan menjadi gerakan yang otomatis
dan reflektif.
d.
Prinsip intensitas (intensity principle)
Perubahan-perubahan fungsi fisiologis yang positif hanyalah
mungkin apabila atlet dilatih melalui suatu program latihan yang intensif yang
dilandaskan pada prinsip overload dimana secara progresif menambah beban kerja,
jumlah pengulangan serta kadar intensitas dari pengulangan tersebut. Harsono
(2004:11) menyatakan, “Intensitas yang kurang dari 60%-70% dari kemampuan
maksimal atlet tidak akan terasa training effect-nya (dampak/manfaat
latihannya).
e. Prinsip
pulih asal (recovery principle)
Harsono (2004:11) menyatakan, “Perkembangan atlet bergantung
pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan agar regenerasi tubuh dan
dampak latihan bisa dimaksimalkan.” Dalam hal ini atlet perlu mengembalikan
kondisinya dari kelelahan akibat latihan melalui istirahat.
f. Prinsip variasi latihan
Latihan dalam jangka waktu yang lama sering menimbulkan
kejenuhan bagi atlet, apalagi program latihan yang dilaksanakan bersifat jangka
panjang. Oleh karena itu, latihan harus dilaksanakan melalui berbagai macam
variasi sehingga beban latihan akan terasa ringan dan menggembirakan. Apalagi
variasi latihan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Harsono (2004:11)
menyatakan, “Untuk mencegah kebosanan berlatih, pelatih harus kreatif dan
pandai menerapkan variasi-variasi dalam latihan.”
g. Prinsip perkembangan
multilateral
Harsono (2004:11) menyatakan, “Prinsip
ini menganjurkan agar anak usia dini jangan terlalu cepat dispesialisasikan
pada satu cabang olahraga tertentu.” Dalam hal ini sebaiknya anak diberikan
kebebasan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas olahraga agar ia bisa
mengembangkan dirinya secara multilateral baik dalam aspek fisik, mental maupun
sosialnya.
h. Prinsip
individualisasi
Harsono (2004:9) menyatakan, “Agar
latihan bisa menghasilkan yang terbaik, prinsip individualisasi harus
senantiasa diterapkan dalam latihan.” Artinya beban latihan harus disesuaikan
dengan kemampuan adaptasi, potensi, serta karakteristik spesifik dari atlet.
i. Prinsip spesifik (specificity
principle)
Prinsip ini mengisyaratkan bahwa
latihan itu harus spesifik, yaitu benar-benar melatih apa yang harus dilatih.
Harsono (2004:10) menyatakan, “Manfaat maksimal yang bisa diperoleh dari
rangsangan latihan hanya akan terjadi manakala rangsangan tersebut mirip atau
merupakan replikasi dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga
tersebut.”
Norma-Norma Pembebanan
Norma-norma pembebanan latihan meliputi volume,
intensitas, interval dan densitas. Adapun pembahasan mengenai
norma-norma pembebanan adalah sebagai berikut:
a. Volume
Dalam suatu latihan biasanya berisi drill-drill atau
bentuk-bentuk latihan. Isi latihan atau banyaknya tugas yang harus diselesaikan
ini disebut volume latihan. Tentang hal ini oleh Chu (1989:13) dijelaskan, “Volume
is the total work performed is single work at session or cycle”. Sedangkan
mengenai pentingnya volume latihan oleh Bompa (1993:57) dikatakan, “As an
athlete approaches the stage of high performance, the overall volume training
becomes more important”. Hal ini mengisyaratkan bahwa setiap latihan harus
memperhatikan volume latihan selain dari intensitas latihannya.
b. Intensitas
Intensitas latihan oleh Moeloek (1984:12) dijelaskan,
“Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan”. Kemudian Chu (1989:13)
menyatakan, “Intensity is effort involved in performing a given task”.
Jadi intensitas latihan adalah besarnya beban latihan yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu.
Untuk
mengetahui suatu intensitas latihan atau pekerjaan adalah dengan mengukur
denyut jantungnya. Cara mengukur intensitas ini oleh Harsono (1988:115)
dijelaskan, “Intensitas latihan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya
mengukur denyut jantung (heart rate)”. Selanjutnya Katch dan McArdle yang
dikutip oleh Harsono (1988:116) menjelaskan:
Intensitas latihan dapat diukur dengan cara menghitung
denyut jantung/nadi dengan rumus: denyut nadi maksimum (DNM) = 220 – umur
(dalam tahun). Jadi seseorang yang berumur 20 tahun, DNM-nya = 220 – 20 = 200.
Takaran intensitas latihan
a. Untuk olahraga prestasi: antara 80%-90% dari DNM.
Jadi bagi atlet yang berumur 20 tahun tersebut takaran intensitas yang harus
dicapainya dalam latihan adalah 80%-90% dari 200 = 160 sampai dengan 180 denyut
nadi/menit.
b. Untuk olahraga
kesehatan: antara 70%-85% daari DNM. Jadi untuk orang yang berumur 40 tahun
yang berolahraga menjaga kesehatan dan kondisi fisik, takaran intensitas
latihannya sebaiknya adalah 70%-85% kali (220 – 40), sama dengan 126 s/d 153
denyut nadi/menit. Angka-angka 160 s/d 180 denyut nadi/menit dan 126 s/d 153
denyut nadi/menit menunjukan bahwa atlet yang berumur 20 tahun dan orang yang
berumur 40 tahun tersebut berlatih dalam training sensitive zone, atau secara
singkat biasanya disebut training zone.
Lamanya berlatih di dalam training zone:
a.
Untuk olahraga prestasi: 45 – 120 menit
b.
Untuk olahraga kesehatan: 20 – 30 menit
c. Interval
Masa pulih atau recovery dari setiap penyelesaian suatu
tugas adalah hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut kesiapan tubuh
umumnya dan otot-otot khususnya untuk menerima beban tugas berikutnya. Mengenai
masa pulih ini, Brittenham yang diterjemahkan oleh Soepadmo (1996:12)
menjelaskan sebagai berikut:
Adaptasi fisik terjadi pada saat istirahat, karena pada
waktu itu tubuh membangun persiapan untuk gerakan berikutnya. Maka istirahat
yang cukup akan memberikan hasil yang maksimal. Jika anda terlalu giat berlatih
dan tidak memberikan kesempatan tubuh beristirahat diantara tiap sesi latihan,
maka anda akan mengalami kelelahan atau bahkan kemunduran.
d. Densitas
Densitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kekerapan latihan
dan merupakan frekuensi latihan yang dilakukan, diselingi waktu istirahat atau
bisa disebut pula dengan kepadatan latihan, seperti 3 set @ 25RM Squat
= 75 kali, jadi kepadatannya adalah 75 kali Squat.
Semoga Bermamfaat, Shukran
Jazakallah Khairan@
0 Response to "MAKALAH HAKEKAT LATIHAN"
Posting Komentar