BAB I PENDAHULUAN
Olahraga merupakan penambapakan aktivitas fisik
(jasmani) yang melibatkan proses internal diri sebagai individu manusia.
Dimaksudkan dengan internal diri disini adalah keterlibatan rohani sebagai
suatu kesatuan dari manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani.jadi, pada
dasarnya aktifitas olahraga adalah aktivitas jasmani dan rohani. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa olahraga merupakan aktivitas dalam upaya
membentuk dan mengembangkan raga (jasmani-rohani) menuju optimalisasi potensi
diri.
Manusia ditinjau dari aspek jasmani terdiri dari anggota
tubuh dan organ-organ
(fisiologi).sedangkan dari aspek rohani menyangkut piker dan mental
kejiawaan (psikologi-kerohanian). Pemahaman tentang konsep manusia ini akan
menjadi landasan dalam melakukan aktivitas olahraga, baik yang bertujuan untuk
kebugaran jasmani terlebih lagi untuk tujuan olahraga prestasi.olaeh karena
itu, berbagai kajian seputar manusia akan melandasi pembahasan dan pengkajian
secara ilmiah tentang keolahragaan.misalnya, seperti dikemukanan oleh Pate dkk
(1984) bahwa terdapat 3 disiplin keilmuan yang mendasai pelatihan olahraga
yaitu (1) psikologi olahraga (2) biomekanika(3) fisologi Olahraga. Selanjutnya,
diuraikan Bompa (1990) bahwa ilmu yang mendukung teori dan metode pelatihan
olahraga adalah (1) anatomi (2) fisiologi (3) biomekanika (4) statistic (5) tes
dan pengukuran (6) Kedokteran olahraga (7) psikologi (8) belajra Gerak (9)
pedagogi (10) Nutrisi (11) sejarah (12) sosiologi.
Optimalisais potensi diri yang paling utama dalam
beolahraga adalah untuk memperoleh derajat kesehatan yang baik-baiknya yang
seimbang antara jasmani dan rohani. Berlandandaskan sehat ini akan lebih mudah
mengembangkan minat dan bakat olahraga kearah prestasi yang tinggi. Makin
tinggi tuntutan prestasi maka makin tinggi pula tuntutan sehat, karena tidak
mungkin berprestasi tanpa kesehatan yang prima. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa prestasi olahraga merupakan produk berikutnya dari sehat dalam upaya
optimalisasi potensi diri manusia.melalui pemahaman ini dapat dikatakan bahwa
aktivitas olahraga merupakan kegiatan yang dapat membentuk watak atau
kepribadian bangsa.
Olahraga dalam mengoptimalkan
potensi jasmani
Potensi jasmani dimaksud dalam tulisan ini adalah
menyangkut pertumbuhan dan perkembangan kemampuan jasmani sesuai dengan fungsi alamiahnya,
yakni ditinjau dari aspek jasmani itu sendiri baik struktur tubuh dan geraknya
maupun fungsi oragannya (anatomi-biomekanika-fisiologi). Tumbuh dan kembang
harus seimbang dan selaras untuk mendapatkan jasmani yang baik. Pertumbuhan
lebih dititikberatkan pada fungsi gerak dan struktur dan organ tubuh yang
semakin baik dan matang. Oleh karena itu, pertumbuhan terjadi terutama
tergantung pada hormone pertumbuhan yakni sampai fase remaja (struktur) sedang
perkembangan terus sampai dewasa (kematangan struktur dan fungsi organ tubuh).
Potensi jasmani dimaksudkan dalam kaitannya dengan olahraga
adalah optimalnya kerja struktur (anggota (tubuh) dan fungsi organ tubuh. Semua
anggota tubuh berkemampuan melakukan gerakan secara optimal sesuai dengan
kemungkinan geraknya (pronsip anatomi-biomekanika). Untuk mencapai semua itu,
maka gerak dasar tubuh harus dilakukan sejak dini secara terus menerus dengan
baik dan benar. Menurut penulis inilah hakekat dari multilateral sebagai
fundasinya pembinaan olahraga prestasi yang dalam program jangka panjang
memerlukan waktu pembinaan sampai 4 tahun sebelum mamasuki tahapan pembinaan (3
tahun) dan pemantapan prestasi (3 tahun) sampai pada prestasi puncak (usia
emas).
Sedemikian besarnya peran multilateral dalam pembinaan
olahraga prestasi namun implementasinya dilapangan justru belum dipahami secara
benar sehingga terkesan diabaikan. Kepelatihan terlalu cepat memasuki tahapan
pembinaan spesialisasi cabang olahraga sementara fundasinya belum terbentuk
dengan baik dan benar. Akibatnya, dasar gerak dan gerak dasar cabang olahraga
belum dikuasai secara benar sehingga prrestasi sulit ditingkatkan.ada beberapa
kemungkinan yang menyebabkan tahapan pembinaan multilateral tidak dilaksanakan
secara benar, yaitu antara lain kurangnnya pengetahuan secara teori maupun
praktik tentang multilateral dan perannya dalam olahraga prestasi dan sikap
tidak sabaran akan cepat menghasilkan prestasi, dua hal ini nampaknya punya
andil besar dalam kemajuan olahraga prestasi di Indonesia dalam implementasi
kepelatihan dilapangan karena menyangkut fundasi prestasi.
Multilateral pada hakekatnya adalah gerak dasar tubuh
yang merupakan dasar gerakn dari cabang olahrga dan olehkarena itu, maka
multilateral harus dilakukan sedini mungkin (sejak usia dini) dan bahkan tetap
masih dilakukan meskipun atlet sudah berada pada tahapan puncak prestasi.
Gambar
1. Rasio antara pengembangan multilateral dengan pembinaan spesialisasi.
(dikutip dari Bompa, 1990:33)
Dari gambar 1 terlihat rasio
antara pengembangan multilateral dan pembinaan spesialisasi Pretasi
multilateral lebih tinggi pada usia dini dan semakin kurang pembinaanya pada
usia puncak prestasi. Sementara spesialisasi seemakin besar porsi pembinaannya
menuju usia puncak prestasi. Adapun ditinjau dari fase pelatihan, maka
multilateral menjadi fundasi dari speseialisasi dan kenerja puncak seperti
terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Fase utama pelatihan
(Bompa, 1990:31)
Gambar
2 menujukkan bahwa fase pengembangan multilateral merupakan dasar atau fundasi
dari proses pembinaan olahraga prestasi. Artinya, tanpa multilateral yang
terbina dengan baik dan benar tidak akan dapat pengembangan dan membentuk
kebutuhan karakteristik spesialisasi cabang olahraga bersangkutan secara
sempurna untuk menuju kinerja puncak prestasi.
Uraikan
di atas telah menunjukkan kepada kita bahwa olahraga yang dilakukan dengan
benar akan dapat membentuk tubuh dengan baik dan berungsi secara optimal
selaras dengan pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, berolahraga
harus dilakukan secara terus menerus agar tubuh dapat berfungsi secar optimal
dan tidak mengalami penurunan kemampuan yang seharusnya bisa dicegah dengan
aktivitas olahraga. Inilah hakekat olahraga, untuk kesehatan dan dari dasar
sehat ditingkatkan menuju pembinaan olahraga prestasi.
Olahraga dalam upaya mengoptimalkan potensi
rohani
Di
atas telah dikatakan bahwa olahraga merupakan aktivitasjasmani dalam upaya
mementuk dan mengembangkan raga (jasmani-rohani) menuju optimalisasi potensi
diri. Melalui penampakan aktivitas jasmani, olahraga juga harus dipahami
sebagai aktivitas dalam mengembangkan potensi rohani. Potensi rohani yang
paling mendasar adalah tentang ketuhanan. Rohani (roh) identik dengan
kehidupan. Oleh karena roh itulah manusia (jasmani) hidup. Dengan hidup itulah
manusia berolahrga. Apakah sebenarnya roh itu ?
Roh
adalah suatu ynag diyakini berasal langsung dari Allah Yang Maha Kuasa, Sang
pencipta alam semesta termasuk di dalamnya tentang penciptaan manusia.
Sebagaimana telah difirmankan-Nya bahwa Tidak akan Aku (Allah) jadikan jin dan
manusia melaikan untuk taat beribadah dan mengabdi hanya kepada Allah. Oleh
karena itu, seharusnya tugas pertama dan utama seorang manusia adalah mengabdi
kepada Allah yang telah menciptakan dirinya sehingga ada dipermukaan bumi ini.
Jadi, potensi kerohaniaan merupakan aktivitas manusia dalam mendekatkan dirinya
dengan sang pencipta, Allah Subhanahuwataala.
Terlihat
dengan sangat jelas bahwa manusia berolahraga adalah untuk mendapatkan jasmani
yang berfungsi secara sempurna sesuai denga kodratnya yakni seluruh anggota
tubuhnya mampu bergerak dan difungsikan secara optimal. Inilah fungsinya
berlatih agar potensi tubuh dapat terus ditingkatkan dan diperbaiki sehingga
mencapai kemampuan gerak dan kerja tubuh yang optimal Aktivitas jasmani ini
merupakan sarana penghambaan diri kepada Allah karena keyakinan bahwa apa yang
dilakukan adalah dengan kekuatan dan kekuasaan Allah yang telah menciptakan roh
manusia. Pemahaman dan kesadaran akan kemampuan melakukan aktivitas adalah dari
kekuatan dan kekuasaan Allah muncil apabila manusia tidak sombong dengan
dirinya sendiri dan bisa merasakan adanya roh dalam kemanusiaannya.
Manusia
dengan seluruh anggota tubuhnya bergerak dan berfunggsi karena hidup. Manusia
hidup karena adanya roh dari Allah. Jadi pada dasarnya manusia itu sangat
dekatt dengan Allah bahka telah difirmankan-Nya kalau Allah itu lebih dekat
dengan manusia dari pada urat nadinya sendiri. Kesadaran dan merasakan akan hal
ini merupakan bimbingan dan kendali diri manusia dalam beraktivitas sehingga
secara alami baik jasmani maupun rohani akan selalu dalam balutan kekuatan dan
kekuasaan Allah. Mungkinkah orang yang takluk dalam kekuasaan Allah akan
berbuat yang tidak baik apalagi yang dilarang agama Allah ? Adakah orang
seperti itu ynag akan berbuat kerusakan dimuka bumi ini ?
Jadi,
berolahraga tidak hanya terbatas pada aktivitas untuk berprestasi saja, tetapi
lebih dari itu bahwa berolahraga adalah untuk sehat jasmani dan rohani sebagai
sarana membenuk manusia yang berkepribadian dan berwatak atau berkarakter baik
berlandaskan pemahaman keagamaan yang benar untuk menciptakan kesejahteraan
dunia dan kahirat. Dengan demikian, olehra maupun membangkitkan dan mengarahkan
potensi jasmani dan rohani manusia secara optimal dengan baik dan benar dalam
upaya mengabdikan diri hanya Sang Pencipta Allah SWT.
BAB
II
TEORI
KEPELATIHAN OLAHRAGA
Sasaran
Bab
ini menguraikan tentang sistem pelatihan olaahraga meliputi hakikat pelatihan,
prinsip-prinsip pelatiha, pelatih, dan atlit. Oleh akrena itu, selesai
mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memahami tentang teori kepelatihan
danmelaksanakan praktik kerja lapangan untuk melakukan observasi terhadap kerja
pelatih pada klub olahraga yang ada didaerah kabupaten/kota.
1.
Hakikat
Pelatihan Olahrga
Pelatihan (training) menurut Harre (1982) adalah
keseluruhan proses sistematis dari persiapan atltit untuk mencapai tingkatan
yang lebih tinggi dalam kinerja olahraga. Pate (1984) mendefinisikan pelatihan
sebagai suatau keikutsertaan secara sistematis dalam kegiatan pelatihan dengan
tujuan untuk menigkatkan kapasitas fungsional fisik dan toleransinya terhadap
pelatihan. Sedang menurut Bompa (1990) pelatihan adalah aktivitas olahraga yang
dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama dan bebannya
ditingkatkan secara prograsif sesuai masing-masing individu dengan tujuan untuk
membentuk dan mengembangkan fungis fisiologis dalam menghadapi tuntutan
tugasnya sebagai seorang atlit.
Mencermati berbagai definisi pelatihan, maka pada
dasrnya pelatihan merupakan proses persiapan atlit untuk mencapai kinerja
olehraga yang lebih tinggi (juara). Proses ini memerlukan waktu sehingga dalam
program pelatihan dapat dibagi atas program jangka panjang, menengah, dan
pendek. Berdasarkan pengamatan terhadap para juara dapat disimpulkan bahwa
pelatihan untuk dapat menghasilkan juara memerlukan waktu sampai 10 tahun dan
rerata usia juara sekarang relativ bertambah muda. Ini menunjukan bahwa
pelatihan harus dimulai sejak usia dini. Jika pada sat juara seseorang berusia
20 tahun, maka diperkirakan mulai berlatihnya sekitar usia 8-10 tahun. Usia
permulaan berlatih ini bisa saja berbeda karena tergantung dari cabang
olahraganya, misal cabang olahraga yang memerlukan kerumitan gerak seperti
senam atau loncat indah diperlukan usia yang lebih muda lagi sementara cabang
olahrga yang dominat kekuatanatau power justru jangan terlalu muda karena
dikhawatirkan kalau salah proses pelatinhannya akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan.
Proses pelatihan sampai lahirnya sang juara selain
memerlukan waktu yang lama maka ynag paling penting adalah kemampuan pelatih
untuk mengoptimalkan potensi atlit baik jasmani maupun rohani. Selama proses
ini perlu diperhatikan keseimbangan antara pelatihan dengan pertumbuhan dan
perkembangan antara pelatihan dengan pertumbuhan dan perkembangan
jasmani-rohani atlit. Jadi, pelatihan pada dasarnnya adalah upaya mengembangkan
potensi atlit baik jasmani maupun rohani berdasarkan hakikat kemanusiaan.
2.
Prinsip pelatihan olahrara
Teori dan metodologi pelatihan sebagai suatu unit
tertentu dari pendidikan jasmani dan olehrga mempunyai prinsip-prinsip khusus
yang didasarkan pada bologi, psikologi dan pedagogi. Pelaksanaan secara tepat
prinsip-prinsip ini akan membuat pelatihan menjadi efektif dan efesien dalam
upaya pencapaian sasaran pelatihan.
Menurut Pyke dan Woodman (1991) ada 5 prinsip dasar
dalam pelatihan olahrga, yaitu :
a. Prinsip beban lebih
Sebelum terjadi peningkatan kesegaran, maka beban
pelatihan harus diberikan melebihi beban sehari-hari yang dapat diatasi. Atltit
harus diberikan rangsangan pelatihan yang dapat menyebabkan kelelahan, tetapi
tubuh masih dapat mengatasinya. Selanjutnya, proses pelatihan elibatkan
adaptasi terhadap dari kapasitas ini diulang-ulang serta bebannya ditingkatkan
secara prograsif sehingga atlit menjadi terbiasa. Yang menjadi masalah adalah
bagaimana menentukan jumlah beban lebih yang benar untuk diterapkan sebagai
rangsangan pelatihan. Untuk itu harus diperhatikan:
-
Kelelahan yang kronik tidak akan dapat memperbaiki
kinerja, karenayan diperlukan hari pelatihan berat ynag diselingi dengan
perlatihan ringan
-
Standar tingkat kebugaran yang harus dicapai
-
Kapasitas kebugaran yang dikembangkan harus digunakan
dalam olahraga yang dilakukan.
Pola respon dari efek kelelahan diuraikan dalam
General Adaptation Syndrome (GAS) GAS menggambarkan keseluruhan respon tubuh
terhadap setiap tipe implikasi dari prinsip beban lebih yang diterapkan
terhadap tahanan dihubungkan dengan pengulangan pelatihan adalah
-
Pelatihan harus dilakukan perlahan dan ditingkatkan
secara bertahap
-
Stress pelatihan harus berirama, yaitu adanya eriode
pelatihan berat dan ringan
-
Hindari pencapaian tingkat pelatihan yang sangat
melelahkan
-
Stress pelatihan (volome dan intensitas) harus dinaikan
dalam siklus mikro
-
24-48 jam untuk pulih asal harus diberikan antara
pelatihan berat
-
Pelatih harus menyadari adanya efek stress emosi,
keadaan gizi, kurang tidur dan keadaan
iklim bila ingin mengmbengkan rencana pelatihan
b. Prinsip pulih asal
Prinsip pulih asal berhubungan dengan beban lebih.
Jika oulih asal tidak cukup, maka beban pelatihan tidak akan dapat ditoleransi.
Makanan sangat penting dalam proses pulih asal. Protein penting untuk sintesis
jaringan yang berhubungan dengan pelatihankekuatan dan program pembentukan
otot. Kecepatan sintesis glikogen otot tergantung dari tingginya tingkat
karbohidrat kompleks dalam makanan. Proses pulih asal juga meliputi pergantian
kelompok otot yang bekerja, misalnya pelatihan releksasi, restorasi artifical
melalui pijat, mandi suasana serta penguatan prositif terhadap mental
c. Prinsip reversibilitas (kesirnaan)
Jika seorangtidak berlatih atau jika berhenti dari
program pelatihan, maka tubuh akan kembali ketingkat awal kebugaran. Ini harus
dipahami terutama jika istirahat akibat sakit atau cedera, misalnya 3 minggu
istirahat total akan menurunkan VO2 max sebesar 25%. Oleh karena itu, selama
fase transisi atlit harus tetap berlatih atau aktif meskipin dalam bentuk
olahraga lainnya.
d. Prinsip kekhususan
Prinsip ini menyatakan bahwa keuntungan maksimum dari
rangsangan pelatihan hanya dapat dicapai bila replikasi gerakan dari system
energi yang terlibat sesuai dengan cabang olahraga yang bersangkutan. Juga
meliputi kekhususan kelompok otot dan serabut-serabut.
e. Prinsip individu
Berbagai faktor yang harus diperhatikan adalah
-
Toleransi terhadap perlatihan, respon seseorang
terhadap perlatihan berbeda dan toleransi yang baik tidak menjamin kinerja yang
lebih baik.
-
Respon terhadap perlatihan, kapasitas untuk merespon
terhadap pelatihan berhubungan dengan tingkat awal kebugran dan karakteritik
fisiologis
-
Pulih asal dari perlatihan dan kompetensi, ada yang
lama dan ada yang singkat
-
Kebutuhan perlatihan, masing-masing tergantung dari
kekuatan dan kelembahan profil fisik atlet
-
Kesenangan dalam perlatihan
-
Makanan kesenangan
-
Toleransi terhadap lingkungan, misalnya orang gemuk
lebih tahan terhadap dingin
-
Karakteristik fisik
-
Gaya hidup, misalnya pelajaran, pekerja dll
-
Sosialisasi dalam kelompok
3.
Pelatih
Tugas utama seorang pelatih adalah membantu atlet
dalam proses mencapai kinerja tertinggi (juara). Pengertian membantu disini
mulai pembibitan, pemanduan bakat dan pembinaan sampai mencapai kinerja
tertinggi (=suatu proses). Mencermati tugas demikian, maka seorang pelatih
harus memahami dan menguasai ilmu kepelatihan dan seni melatih. Karena itu,
pelatih hendaknya dipandang terkala berhasil membawa atlet menjadi juara tapi
dibenci dan dicemoh manakala gagal.
Gaya pelatih
Ada berapa gaya kepelatihan yang sering muncul dalam
proses perlatihan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a. Authuritarian coach
-
Komando
-
Keras, disiplin
-
Sering memberi hukuman
-
Sprint tim yang baik jika menang dan disensi jika kalah
-
Memiliki kepribadian untuk mengatasi hambatan
b.
Business-like coach
-
Tidak beroreintasi pada atlet
-
Oreintasi pada tugas
-
Setiap tugasdikerjakan sungguh
c.
Nice Guy Coach
-
Atlet sering mengambil keuntungan dari sikap pelatih
yang akrab, mudah bekerja sama
-
Atlet harus bisa disiplin diri sendiri
d.
Easy going coach
-
Kasual atau submisif
-
Memberikan impresi tidak begitu serius
Gaya kepelatihan tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Oleh karena itu, biasanya pelatih yang baik tidak
hanya menggunakan satu gaya kepelatihan saja melainkan berbagai gaya yang
disesuaikan untuk mencapai tujuan.
Keterampilan pelatih
Seorang pelatih harus memiliki beberapa keterampilan
dasar agar nanti bisa berfungsi secara efektif yaitu pengetahuan olahraga dan
pemahaman tentang berbagai teknik kepelatihan.
e.
Organisasi
Ini didasarkan pada pengetahuan dan perencanaan. Pengetahuan
didasarkan pada pengalaman, penelitian, dan kursus-kursus khusus olahraga
f.
Observasi
Program pelatihan harus memuat banyak waktu untuk dapat
diobservasi. Ini meberikan informasi pada pelatih sebagai dasar perubahan
terhadap program dan apa yang diperlukan masing-masing atlet. Keterampilan informasi
akan dapat diperbaiki dan dihaluskan kembali.
g. Analisis
Observasi dan evaluasi kinerja. Bandingkan apa yang sudah
dikerjakan dengan apa yang seharusnya dikerjakan. Perhatikan setiap kinerja.
Jangan bergerak hanya pada satu atau dua observasi, tentukan penyebabnya secara
hati-hati sebelum menawarkan suatu nasihat. Seandainya nasehatnya tidak benar
atau tidak efektif, maka akan mengurangi kresibelitas sebagai seorang pelatih.
Jika terdapat lebih dari satu kesalahan akan dapat menghasilkan perbaikan yang
lebih besar dan seandainya kesalahannya saling terkait, putuskan mana yang
harus dieliminasi lebih dahulu.
h.
Meperbaiki kinerja
Memperbaiki, menyempurnakan dan selanjutnya meningkatkan
kinerja atlet adalah merupakan tugas utama seorang pelatih. Oleh karena itu,
seorang pelatih harus memilliki kemampuan untuk melihat dan mepresdeksi kinerja
atletnya. Kemampuan ini harus tertuang dalam program pelatihan yang disusun
secara benar, karena setiap apa yang akan dilakukan selalu didasarkan atas
tujuan dan ini memperjelas serta merupakan pedoman bagi seorang pelatih dalam
kmenjelaskan tugasnya.
i.
Komunikasi
Kemampuan pelatih untuk memperbaiki kinerja tergantung pada
besarnya derajat keterampilan berkomunikasi. Komunikasi ini tidak hanya verbal
tetapi juga non verbal seperti penggunaan bahasa tubuh. Dalam komonikasi ini
harus diperhatikan tentang isi dan suasana emosinya agar apa yang ingin
disampaikan bisa diterima oleh atlet. Kesederhanaan bahasa, kejelasan konsep yang
akan disampaikan ditunjang seuasana yang menyenangkan akan membantu kelancaran
komunikasi.
4.
Atlit
Kapasitas atlit untuk kinerja olahraga pada struktur
fisik dan perkembangan tubuhnya sejak anak-anak sampai dewasa. Oleh karena itu
salah satu faktor penentu pencapaian prestasi puncak adalah keturunan dan
bakat. Dalam hal inilah strutur anatomi dan kemampuan fungsi organ tubuh
melakukan aktivitas olahraga berkontraksi terhadap prestasi. Selain bakat,
faktor motivasi atlit untuk menekuni cabang olahraga yang diminati juga
berperngaruh terhadap epncapainan prestasi. Bakat dan motivasi ini menjadi
faktor utama kesiapan atltit dalam proses pelatihan.
Atlit merupakan komponen utama kualitas pelatihan.
Semakin berkualitas akan semakin terang jalan menuju puncak prestasi. Oleh
karena itu, pemeliharaan dan penentuan atltit cabang olahraga yang sesuai
dengan minat dan bakat menjadi urusan yang sangat penting. Prdeksi akan bisa
dilakukan dengan baik, efektivitas dan efesien pelatihan hendaknya menjadi
menjadi pertimbangan bertindak bagi pelatih dana apengurus cabang olahraga.
Pemantapan dalam pemasalahan, pembibitan bakat dan pembinaan merupakan langkah
yang harus dilalui dan dicermati sebaik-baiknya oleh pelatih agar apa yang akan
dilakukan dimasa mendatang tidak sia-sia.
Permasalahan olahraga
Sejak tahun 1983 sudah dicanangkan semboyan
“memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”. Waktu 22 tahun
sebenarnya cukup untuk melaksanakan semboyan tersebut. Namun kenyataannya
mungkin tidak demikian karena masih digiatkan aktivitas untuk mengajak
masyarakat agar jangan sampai kurang gerak sebagai dampak dari kemajuan dunia
moderen dengan aktivitas yang serba dipermudah dengan mesin. Indikator dari
pembibitan adalah suatu pola suatu yang diterapkan dalam upaya menjaring atlit
berbakat ynag diteliti secara ilmiah. Ada beberapa pertimbangan perlunya
dilakukan pembibitan untuk mendapatkan bibit-bibit unggul pengolahragaan antara
lain :
a.
Atlit berbakat yang dibawa sejak lahir mempunyai
kontribusi yang sangat besar dalam proses pembinaan dan pelatihan dibanding
yang tidak berbakat
b.
Pembinaan atlit yang berbakat lebih efektif dan efesien
karena memang memiliki kelebihan dibanding yang tidak berbakat
c.
Pembinaan terhadap atlit berbakat memberi peluang untuk
berprestasi lebih baik
Adapun karakteritik atlit berbakat adalah sebagai berikut :
d.
Memiliki kualitas bawaan sejak lahir
e.
Memiliki fisik dan mental yang sehat tidak cacat tubuh,
diharapkan postur tubuh yang sesuai dengan olahraga yang diminatinya
f.
Memiliki fungsi organ tubuh yang baik seperti jantung,
otot, saraf dll
g.
Memiliki kemampuan gerak dasar yang baik seperti,
kekuatan, kelincahan, kecepatan, keseimbangan, koordinasi dsb
h.
Memiliki kecerdasan yang baik
i.
Memiliki karakter yang baik seperti watak korapetitif
yang tinggi, kemauan keras, tabah, pemberani, bersemangat
j.
Memiliki kegemaran olahraga yang baik
Adapun pencarian atlit dengan bibit unggul ini dilakukan terpadu oleh
guru pendidikan jasmani, pelatih, dokter, pakar olahraga, dlsb. Sedang metode
yang dilakukan dapat merupa pengamatan, angket dan wawancara dan bahkan memalui
ter pengukuran kemampuan fisik dan teknik maupun mental.
Ada beberapa sistem yang perlu diperhatikan dalam pembentukan seorang
atlit yaitu: Input – proses – Output + outcome
BAB III
- Sistem
keolahragaan
Menurut
kamus Webster’s Third New International tahun 1971 dalam Bompa (1990:11)
disebutkan bahwa sistem adalah suatu pengaturan atau metodik yang disusun dari
suatu ide, tiore atau spikulasi. Sistem harus meliputi keseluruhan pengaturan
ataupun pengalaman yang terakumululasi dari beberapa hasil penemuan baik dari
penelitian murni ataupun terapan. Sebaiknya system dirancang dengan
dilatarbelakangi sosial budaya bangsa dan Negara yang bersangkutan. Oleh karena
itu, system Keolahragaan di Indonesia sendiri. Pasal 1 ayat 3 undang-undang
system Keolahragaan Nasional tahun 2005 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
system Keolahragaan Nasional adalah keseluruhun asfek keolahragaan yang selalu
terkait secara terncana, sistematis, terpadu dan keberlanjutan sebagai satu kesatuan
yang meliputi pengaturan, pendidikan, pelatihan, pengelolaan, pembinaan,
pengembangan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan keolahragaan Nasional. Pasal
4 menegaskan bahwa Keolahragaan Nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan
akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan
kesatuan bangsa, meperkukuh ketahanan Nasional serta mengangkat harkat,
martabat dan kehormatan bangsa.
Mencermati
pengertian di atas, maka paling tidak ada 2 hal pokok yang harus diperhatikan
yakni (1) struktur organisasi Keolahragaan dan (2) system pelatihan olahraga.
Struktur organisasi Keolahragaan seyogianya merupakan penyelenggraan
pembangunan keolahragaan dari tingkat nasional
sampai pada masyarakat sedang system pelatihan olahraga merupakan
penyelenggaraan pembinaan olahraga [restasi dari pencarian bibit atlit sampai
pencapaian puncak prestasi.
Dikutip dari
Bompa, 1990:11
Strutur
organisasi hendaknya dapat melayani dari aktivitas oleharaga masyarakat,
fundasi kinerja oleharaga, kinerja olahraga yang baik, dan kinerja olahraga
tertinggi/juara (lihat gambar 1). Sedang system pelatihan oleharaga baik
menyangkut factor yang berhubungan langsung dengan prestasi maupun factor
pendukungnya (lihat gambar 6). Gambar 5 menunjukan jenjang pengembangan dan
pembangunan olahraga secara bertahap dari aktivitas masyarakat terutama dengan
tujuan mencapai derajat kesehatan yang baik. Bermodalkan kesehatan yang baik,
maka dibentuklah fundasi prestasi oleh anak-anak (atlit pemula) baik
diklub-klub olahraga maupun disekolah dengan mengoptimalkan peran pendidikan
jasmani. Atlti ini secara berkesinambungan dibina menjadi atlit Nasional
selanjutnyan diharapkan dapat bersaing ditingkat Internasional. System
pelatihan olahraga pada dasarnya menghendaki agar pelatihan menghasilkan
kinerja yang tinggi, kinerja yang berkualitas.
Untuk
mencapai kualitas pelatihan yang tinggi diperlukan berbagai factor, yakni atlit
yang bebakat dan memiliki motivasi yang tinggi, pelatih yang memiliki
pengetahuan dan berdedikasi dengan pribadi yang baik, fasilitas dan peralatan yang
memadai serta adanya kompetensi yang teratur. Kualitas pelatihan ini dapat
dilihat pada gambar di atas
Tolak
ukur kualitas pelatihan adalah kinerja tertinggi (juara ?) yang dalam proses
pelatihannya dipengaruhi oelh banyak factor. Makin baik dan berkualitas factor-faktor
yang mempengaruhi proses pelatihan akan semakin cepat mendekati pencapaian
kinerja tertinggi.
- Factor
pelatihan olahraga
Factor
pelatihan olahraga terdiri dari fisik, teknik, taktik, mental dan teori yang
dipadukan dalam program dalam program pelatihan olahraga factor pelatihan
merupakan bagianintrinsik dari program pelatihan tanoa memandang usia atlit,
potensi individu maupun tingkat persiapan atau fase pelatihan. Seluruhnya
merupakan satu kesatuan meskipun disajikan dalam bentuk yang terpisah.
Sebagaimana
dituangkan dalam gambar 1 bahwa persiapan fisik dan teknik menggambarkan dasar
kinerja yang akan dibangun. Bila atlet sudah meraih teknik ynag baik berikutnya
dititikberatkan pada mental.
1. Persiapan
fisik
Persiapan
fisik merupakan salah satu pertimbangan yang sangat penting untuk mencpaai
kinerja yang tertinggi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan potensi
fungsional atlet dan pengembangan kemapuan dalam upaya standar kinerja yang lebih
tinggi. Persiapan fisik dapat dibagi dalam 2 kegiatan yangkni persiapan fisik
umum dan persiapan fisik khusus.
2. Pelatihan
teknik
Teknik yang baik sama dengan
efesisensi yang tinggi. Teknik merupakan pola geraka khusus pelatihan fisik.
Oleh karena itu, pengembangan pelatihan teknik sangattergantungn pada kemampuan
fisik. Teknik yang baik akan menghemat penggunaan energi. Perlatihan teknik
sangat berkait erat dengan biomekanika
3. Komponen pelatihan olahraga
Berat-ringannya
perlatihan ditentukan oleh komponen perlatihan. Komponen perlatihan terdiri
dari (1) volume (2) intensitas (3) kepadatan (4) kompleksitas.
4. Volome perlatihan
Volume
perlatihan menunjukan adanya kuantitas perlatihan, baik mengenai waktu, jarak
maupun beban perlatihan. Volume sebagai unsur yang penting dalam proses
perlatihan merupakan cikal bakal yang menghasilkan intensitas. Tinggi rendahnya
intensitas ditentukan oleh berat ringannya volume perlatihan. Volume perlatihan
untuk olahraga yang menekankan waktu adalah banyaknya waktu yang digunakan
dalam perlatihan. Volume perlatihan untuk olahraga yang menekankan jarak adalah
jauhnya jarak yang dapat ditempuh atlet. Misalnya, berapa lama atlet harus
menyelesaikan tugasnya, berapa banayak jumlah beban yang harus diangkat, atau
berapa jauh jarak yang harus ditempuh atlet selama proses perlatihan.
Akhir-akhir
ini, perhitungan untuk menentukan volume tidak terbatas pada proses perlatihan
(volume mutlak), tetapi juga diperhiutngkan sampai pada tahapan perlatihan
(volume nisbi) yakni seberapa volume perlatihan untuk tiap siklus harian, siklus
mikro, siklus makro, dan sampai pada volume tahunan. Misalnya, atlet didaerah
hanya berlatih 3 kali perminggu, maka untuk atlet tingkat nasional tidak cukup
hanya 3 kali perminggu mungkin sampai 6 kali perminggu mungkin sampai 6 kali
perminggu bahkan untuk meningkatkan prestasi sampai tingkat internasional
mungkin berlatihnya sampai 12 kali perminggunya. Demikian juga misalnya, dengan
jumlah beban yang harus ditingkatkan atlet dalam setahun atau jumlah jam
perlatihan. Jadi, semakin tinggi prestasi atlet semakin besar atau banyak
jumlah volume perlatihan yang harus diselesaikannya.
Volume
pelatihan dalam setiap perlatihan tidaklah sama, semakin lama volume perlatihan
harus dinaikan secara perlahan-lahan. Kenaikan volume ini harus mengikuti
kaidah penyesuaian. Bila dengan volume tertentu atlet sudah memperoleh atau
mencapai penyesuaian, maka volume perlatihan berikutnya harus dinaikan atau
ditingkatkan. Menurut hare (1982) bahwa volume peningkatan volume pelatihan
yang tidak direncanakan dengan baik akan menyebabkan kelelahan, efesiensi
perlatihan jadi rendah, kerja otot tidak ekonomis, dan akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya cidera untuk itu, pengetahuan tentang ilmu faal olahraga
hendaknya dimiliki oleh para pelatih.
5. Intensitas perlatihan
Intensitas
menujukakan kualitas perlatihan sebagai respon tubuh terhadap beban perlatihan
dalam kurun waktu tertentu. Tinggi rendahnya intensitas dipengaruhi oleh besar
kecilnya beban, cepat lambatnya melakukan gerakan, atau selang waktu setiap
pengulangan gerak gerak. Intensitas juaga melibatkan unsur kejiwaan, meskipun
cabang olahraganya tidak banyak menuru kerja fisik, seperti menembak, panahan,
dan catur. Derajat intensitas dapat diukur berdasarkan jenis pelatihannya.
Untuk perlatihan yang melibatkan kecepatan, maka intensitas diukur dengan
meteran perdetik atau rerata permenitdagi gerakan yang dilakukan. Intensitas
yang melawan suatu tahanan beban dapat diukur dalam kilogram atau
kilogrammeter.
Sedangkan
untuk olehraga beregu, irama permainan dapat dijadikan ukuran. Dalam olahraga
prestasi yang menganut asa individu, intensitas harus ditentukan secara
individu pula. Cara untuk mengukur intensitas perlatihan dapat berdasarkan
kemampuan kecepatan dan kekuatan (hare 1982), denyut nadi (bompa, 1990) atau
berdasarkan system energi (Bowers,
1992). Cara sederhana untuk menentukan intensitas perlatihan dilapangan adalah
dengan menghitung denyut nadi. Untuk dapat menghitungnya, terlebih dahulu harus
diketahui denyut nadi maksimum dan denyut nadi sitirahat. Denyut nadi maksimum
dapat dihitung dengan menggunakan rumus, misalnya 220-usia atau 220-usia ± 10
atau 220-usia ± 20. Perhitungan dengan rumus ini kurang tepat untuk olahraga
prestasi karena bertentangan dengan usia individu. Cara yang lebih mendekati
kebenaran sesuai kemampuan atlet adalah dengan melakukan tes lapangan. Menurut
Jassen (1990) tesnya terdiri dari lari perlahan-lahan selama 5 menit,
selanjutnya berlari dengan kecepatan maksimal selama 15 menit secara teru
menerus tanpa mengurangi laju kecepatannya dan 20 atau 30 detik terakhir dari
15 menit atlet disuruh sprint. Segara
setelah itu atlet disuruh menghitung denyut nadi dipergelangan tangan atau
leher selama 15 detik dan dikalikan 4 untuk mendapatkan denyut nadi 1 menit.
Cara
demikian mempunyai korelasi yang berarti dengan perhitungan denyut nadi setiap
hari selama 1 minggu pada waktu bangun tidur pagi sebelum meninggalkan tempat
tidur dan sebelum melakukan aktivitas, kemudian dihitung reratanya. Untuk
menentukan besarnya intensitas perlatihan dapat dihitung berdasarkan prestasi
yang diingini. Olahraga yang bersifat aerobic antara (kekuatan dan kecepatan)
sebesar 90% atau lebih dari denyut nadi maksimum (Bowers, 1992). Perhitungan
ini terutama digunakan untuk mengembangkan system energi utama pada cabang
olahraga tertentu. Pada praktiknya dilapangan, bila daerah perlatihan ini
dicapai (aerobic atau anaerobic) selanjutnya, intensitas perlatihan harus
diperhatikan selama paling sedikit 30 menit. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh kesesuiaannya (adaptasi) tubuh terhadap beban perlatihan. Dengan
demikian, lebih akan meningkatkan kemampuannya (termasuk aplikasi dari asas
beban lebih).
Intensitas
dan volume perlatihan mempunyai hubungan yang berbanding terbalik. Jika
intensitas perlatihan tinggi, maka volomenya harus rendah dan sebaliknya, jika
volume perlatihan yang tinggi, maka intensitas harus rendah. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya kelelahan yang lebih awal terutama pada tahap atau
periodisasi persiapan yang lebih menekankan persiapan fisik . rasio intensitas-volome
ini akan berbanding sejalan menjelang tahapan kompotisi puncak atau ada kalanya
intensitas siturunkan.
Perlatihan
dengan volume yang tinggi akan banyak memerlukan energi, begitu juga kalu
intensitas tinggi, sebaliknya, volume perlatihan yang rendah tidak banyak
memerlukan energi, begitu juga kalau intensitasnya rendah , jadi, jika
intensitas perlatihan tinggi, maka volomenya harus rendah, dan sebaliknya agar
atlet jangan cepat mengalami kelelahan.
6. Kepadata perlatihan
Kepadatan
menujukan hubugan antara lamayan kerja dan lamanya waktu pemulihan. Proses
perlatihan akan dikatakan sangat padat jika lamanya rangsangan yang diberikan
kepada atlet secara berulang-ulang dengan intesitas yang tinggi harus diselingi
dengan waktu pemulihan yang cukup antara ulangan (asas pemulihan). Jika tidka
seimbang perbandingannya, maka atlet akan cepat mengalami kelelahan.
Sebaliknya, jika rangsangan yang diberikan dengan intensitas rendah, maka waktu
yang dibutuhkan akan pemulihan relative lebih singkat.
Harre
(1982) menyarankan bahwa untuk menghadapi rangsangan baru denyut nadi harus
diturunkan sampai antara 120-140 denyut permenit. Ia juga menambahkan bahwa
perbandingan antara waktu kerja dan pemulihan sebagai berikut, untuk
mengembangkan daya tahan, maka kepadatan optimal antara 1 : 0.5 sampai 1:1
(angka pertama menunjukkan waktu kerja dan angka kedua menunjukan waktu
sitirahat untuk pemulihan). Jika daya tahan yang akan dikembangkan, maka
lakukan intensitas tinggi dengan kepadatan 1:3 samapi 1:6 sedang untuk perlatihan
kekuatan maksimum dari persenasi beban dan irama pelaksanaannya. Apakah
bebannya bebannya berat atau ringan atau iramanya cepat atau lambat.
Kerumitan
menunjukkan pada tingkat kecanggihan perlatihan yang dilakukan. Rumpil dari
suatu keterampilan menunjukan gerak dengan tingkat koordinasi yang tinggi
memerlukan keterlibatan psikologi (kejiwaan). Keterlibatan ini akan
mempengaruhi kerja system organ tubuh misalnya kerja syaraf yang lebih dipac.
Kesiapan otot lebih tinggi, juga ketersediaan sistem energi yang siap pakai.
Semuanya itu akan merangsang kerja jantung-paru sehingga menyebabkan intensitas
perlatihan lebih tinggi antara 20-30 denyut permenitnya (Bompa, 1990).
Rumpilnya
suatu pelatihan dapat menimbulkan masalah dalam mempelajarinya. Apalagi jika koordinasi
syaraf-otot masih dalam keadaan rendah sehinggda dapat menyebabkan terjadinya
cedera otot atau sendi. Untuk itu pelatih dituntut untuk mempunyai kiat yang
dapat mempermudah belajar keterampilan pada taraf yang lebih tinggi. Gerak yang
sederhada juga dapat menjadi rumpil jika kondisi atlet belum siap untuk
menerima jenis gerak yang diberikan. Hal seperti ini yang paling banyak terjadi
pada atlet pemula yang ditangani. Oleh pelatih tingakat dasar. Mengapa hal ini
sering terjadi ? salah satu jawabannya adalah pelatihan dan perlatihan yang
belum berprogram.
7. Susunan
perlatihan olahraga
Perlatihan
merupakan proses yang paling menetukan dalam upaya encapai prestasi olahraga
tertinggi. Kita banyak mendengar bahwa para juara dunia dalam olahraga mejalani
proses perlatihan yang cukup lama, ada yang sampai sepuluh tahun. Kita juga
mengetahui banyak atlet yang sudah berlatih smapai sepuluh tahun tapi belum
juga menjad juara. Pdahal keduanya, baik atlet luar negeri yang menjadi juara
maupun atlet kita yang belum menjadi juara sama-sama mulai berlatih sejak dini.
Contoh lain misalnya, berapa banyak atlet yang dikirim keluar negeri untuk
dilatih oleh pelatih asing. Namun, berapa banyak atlet kita yang dikirim keluar
negeri untuk dilatih oleh pelatih asing. Namun, berapa banyak yang membanggakan
dan mengharumkan bangsa Indonesia didunia olahraga.
Kebersihan
pelatihan olahraga bergantung pada banyak hal, antara lain adalah kualitas
pelatih, kualitas atlet, sarana dan prsarana pelatihan, dan dana. Pelatih
sebagai seorang dewasa yang matang hendaknya dapat membantu atletnya mencapai
kinerja tertinggi. Untuk itu diperlukan pelatih yang memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap kepemimpinan yang baik. Baik disini berarti membimbing
atau medorong atletnya menjadi juara.”juara” dalam hal ini berada dalam tanda
petik karena terdapat berbagai tingkatan, misalnya tingkat kabupaten, propinsi,
nasional, atau Internasional. Juara yang dihasilkan dari tingkat kabupaten,
maka standar kemampuan pelatih pun cukup sampai tingkat kabupaten saja.
Artinya, pelatih tidak akan mampu lagi melatih atletnya menjadi juara dunia,
maka standar kemampuan pelatih harus setingkat pelatih bertaraf internasional.
Dengn demikian, barulah prestasi olahraga Indonesia dapat mendunia. Perlatihan sebagai proses
yang menunjukkan kemampuan pelatih dilapangan, memerlukan kiat tersendiri dari
setiap pelatih. Meskipun demikian, ada kaidah yang harus ditaati oleh setiap
pelatih dalam menyusun perlatihan. Susunan perlatihan sebagaimana disarankan
Bompa (1990) berbeda perlatihannyauntuk atlet pemula dan atlet lanjutan. Untuk
atlet pemula susunan perlatihan terdiri dari (1) pendahuluan (2) pemanasan (3)
bagian utama yang lazim disebut perlatihan inti (4) pendinginan. Sedang untuk
atlet lanjutan (1) pendahuluan dan pemanasan (2) perlatihan inti (3)
pendinginan. Pada prisnsipnya, kedua susunan perlatihan itu tidak berbeda.
Untuk atlet pemula dimulai dengan pendahuluan yang masudnya adalah memberi
penjelasan agar atlet memahami dan mengerti betul tujuan yang ingin dicapai
selama proses perlatihan. Sedang untuk atlet lanjutan hal tersebut sudah
dipahami, disadari dan dihayati dengan baik. Oleh karena itu, pada atlet
lanjutan, pendahuluan dapat langusng digabung dengan pemanasan. Contoh susunan
perlatihan untuk perlatihan selama 120 menit adalah
-
Pendahuluan
: 5 menit
-
Pemanasan : 30 menit
-
Perlatihan inti
: 75 menit
-
Pendinginan
: 10 menit
|
-
Pendahuluan & pemanasan : 25-30 menit
-
Perlatihan inti :
85-75 menit
-
Pendinginan : 10 menit
|
Total : 120 menit
|
Total : 120
menit
|
A. Pendahuluan
Waktu
untuk kegiatan pendahuluan keurang lebih lima menit. Kegiatan yang dilakukan
berupa penjelasan dari pelatih kepada atlet tentang tujuan yang hendak dicapai
dalam proses perlatihan dan cara mencapai tujuan tersebut. Pada kesempatan itu
harus berusaha membangkitkan atau meningkatkan motivasi atlet dalam mencapai
tujuan dimaksud.
Hal
juga penting dalam pendahuluan adalah meyakinkan atlet bahwa pelatih memiliki
kemampuan untuk membantu atlet dalam proses perlatihan. Caranya bukanlah hanya
dengan kata-kata, tetapi harus dengan sikap, perbuatan, keterampilan dan
kepemimpinannya. Terhadap atlet pemula, sosok pelatih merupakan idola dan
panutan. Sedang pada atlet lanjutan, kemampuan menganalisis proses dan hasil
perlatihan akan sangat membantu meyakinkan atlet akan kepiawaian si pelatih.
B. Pemanasan
Tujuan
utama pemanasan adalah menghindari kemungkinan terjadinya cedera. Kegiatan
pemanasan menurut Fok (1980) terdiri dari (1) peregangan (2) kalistenik (3)
aktivitas formal. Pemanasan ini oleh Bompa (1990) dibaginya dalam 2 golongan,
yaitu pemanasan umum dan pemanasan khusus. Ditinjau dari kegiatan dan tujuan
pemanasan, peregangan dan kalistenik termasuk ke dalam pemanasan umum, sedang
aktivitas formal termasuk ke dalam pemanasan khusus. Pemanasan dimulai dengan
gerak tubuh berintensitas rendah yang ditingkatkan secara perlahan-lahan.
Peningkatan intensitas secara bertahap ini akan mempercepat dan memperlancar
proses metabolism tubuh. Lancarnya metabolism tubuh akan meningkatkan aliran
darah ke otot-otot yang sedang aktif bekerja, meningkatkan suhu tubuh dan
merangsang pusat pernapasan. Kesemuanya akan meningkatkan potensi kerja tubuh.
Peningkatan potensi kerja tubuh ini menajadikan tubuh dapat bersesuai dengan
bahan yang bakal diterima sebagai akibat dari peningkatan intensitas kerja
secara bertahap tadi. Dengan demikian, kinerja akan lebih efektif dan tubuh
dapat terhindar (mengurangi) resiko cedera.
Contoh
pemanasan umum (peregangan dankalistenik) diantaranya melakukan gerakan
peregangan pasif, yakni meentangkan kedua lengan sejajar bahu yang
dipertahankan selama dua puluh detik. Peregangan pasif ini lebih banyak
ditunjukkan pada persnedian dan otot. Selanjutnya dilakukan yang dinamis
seperti loncat buka tutup kaki sambil bertepuk tangan di atas kepala. Otot dan
sendi yang hendaknya yang akan banyak dipakai dalam materi perlatihan inti.
Pemanasan khusus ( aktivitas formal) dimaksudkan untuk mempersiapkan tubuh
menghadapi pelatihan inti, oleh karena itu gerakan yang dilakukan sedapat
mungkin mendekati dalam perlatihan inti. Misalnya, andaikan pelatihan inti
adalah tendangan, maka gerak formal sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
target (sasaran tendangan). Tujuan utama damal pemanasan khusus ini adalah
menyiapkan kondisi atlet (otot syaraf) untuk jenis kerja utama yang dilakukan
Selma perlatihan inti.
C. Perlatihan
inti
Waktu
yang digunakan selama proses perlatihan inti kurang lebih dua pertiga dari
seluruh waktu perlatihan. Waktu yang lama ini harus diataur penggunaannya agar
efektif dan efesien dan bagian inilah yang menentukan keberhasilan perlatihan
seperti telah disebutkan terdahulu, berapa banyak atlet yang berlatih selam
sepuluh tahun dan berhasil menjadi juara. Semua ini sangat bergantung pada
pengelolaan perlatihan inti. Isis dari perlatihan inti bergantung pada beberapa
faktor antara lain:
- Tingkat keterlatihan atlet
- Jenis olahraga
- Jenis kelamin
- Usia
- Tahapan perlatihan
Kegiatan dalam perlatihan inti terdiri dari:
- Mempelajari unsur teknik dan taktik
- Mengembangkan kecepatan dan koordinasi
- Mengembangkan kekuatan
- Mengembangkan daya tahan
Didalam
perlatihan inti, kaidah yang terkandung dalam unsur dan komponen perlatihan
harus dpaat diterapkan secara betul. Secara faal, belajar elemen teknik dan
taktik hendaknya pada awal dari bagian inti. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa belajar (keterampilan akan lebih efektif jika syaraf dan otot dalam
keadaan belum lelah.
Seandainya
syaraf dan otot dalam keadaan lelah, maka belajar elemen teknik dan taktik akan
terganggu karena syaraf dan otot sudah tidak kontrol lagi. Misalnya, lengan
kita dalam keadan lelah, apakah kita dapat memukul bola dengan keras dan
terarah. Kalau kaki sudah mengalami kelelahan, apakah tendangan akan dapat
diarahkan kegawang lawan. Oleh karena itu, belajar elemen teknik dan taktik
dilaksanakan sebelum tubuh mengalami kelelahan. Sebab bila tubuh sudah
mengalami kelelahan, maka kemampuan syaraf otot dalam menjawab rangsangan yang
datang akan mengalami ganguansehingga belajar elemen teknik dan taktik tidak
akan pernah dikuasai dengan sempurna.
Bagian
akhir perlatihan inti, kurang lebih 15-20 menit dapat diisi dengan latihan
kondisi khusus. Perlatihan ini lebih menekankan pada materi persiapa fisik
terutama untuk menunjang percepatan penguasaan keterampilan teknik, baik ang
sudah dipelajari atau yang akan dipelajari pada perlatihan berikutnya.
D. Pendinginan
Tujuan
yang ingin dicapai dengan aktivitas pendinginan adlah bahwa kondisi atlet
secepat dan semaksimal mungkin kembali ke kondisi normal, yakni tidak
kelelahan. Umumnya atlet sehabis perlatihan mengalami kelelahan. Kelelahan
inilah yang sedapat mungkin harus dihilangkan dalam proses pendinginan.
Perlatihan
dengan segala tekanan bebannya, baik fisik maupun mental akan dapat menyebabkan
kelelahan fisik dan mental. Kelelahan fisik yang sederhana misalnya, disebabkan
oleh penumpukan asam laktat dalam otot dna darah. Penumpukan asam laktat ini
disebabkan oleh intensitas perlatihan yang tinggi. Intensitas perlatihan yang
tinggi menentukan tersedianya energi yang dapat memenuhi kebutuhan kerja tubuh
untuk aktivitas perlatihan tersebut. Oleh karena energi yang dibutuhkan tidak
dapat dipenuhi oleh sistem energi, maka tubuh akan mengalami kekurangan energi.
Dalam peristiwa ini, oksigen yang dibutuhkan metabolisme tubuh untuk
menghasilakan energi tidak mencukupi. Misalnya atlet terlihat sudah bernapas
dengan terengah-engah. Kekurangan oksigen ini akan meyebabkan sumber energi
(glokosa) dipecahkan menjadi asam laktat yang seandainya cukup oksigen akan
mejadi asam piruvat. Penumpukan asam lakta inilah yang menjadi salah penyebab
terjadinya gangguan kerja otot sehingga menyebabkan kelelahan.
Berdasarkan
hal tersebut di atas, untuk dapat menghilangkan kelelahan atlet boleh berhenti
secara mendadak sehabis perlatihan. Atlet harus melakukan aktivitas ringan
secara aerobic. Dengan aktivitas ini, bila oksigen yang pada waktu perlatihan
inti mengalami kekurangan akan dapat dipenuhi kembali pada waktu pendinginan
(pemulihan), maka asam laktat yang tadinya menumpuk secara perlahan-lahan aka
berkurang. Dengan demikian, asam laktat yang tadinya menumpuk secara
perlahan-lahan akan kembali sehingga dapat menjadi bagian dari sumber energi.
Proses ini dalam metbolisme disebut Siklus Cori. Oeleh karena itu, pendinginan
harus dilakukan secara aktif. Dalam hal ini, aktivitasnya merupakan kelaikan
dari aktivitas pemanasan, yaitu (1) aktivitas formal (2) kalestenik (3)
pereganga.
Pada
kenyataannya pendinginan ini banyak diabaikan oleh pelatih dan atlet. Misalnya,
banyak atlet yang sehabis berlatih langsung istirahat minimum dan berganti
pakaian. Banyak pula atlet sehabis pertandingan langsung pulang, apalagi jika
kalah. Hal demikian, sangat bertentangan dengan kaidah perlatihan yang terdiri
dari (1) pemanasan (2) perlatihan Inti (3) pendinginan. Oleh karena itu, banyak
atlet yang belum pulih kondisinya pada waktu perlatihan hari berikutnya atau
pada waktu pendinginan berikutnya. Sehingga sering kita denga keluhan badan
yang masih terasa sakit atau pegal-pegal. Hal ini sangat mempengaruhi kinerja
atlet dan berakibat turunnya prestasi atlet.
Semoga Artikel Ini Bermamfaat, Syukuran
Jazakallah Khairan@